Jumpa lagi nih kawans...
Kalo berbicara tentang sebuah kota pasti tidak lepas dengan beberapa bangunan kuno bahkan sampai dijadikan cagar budaya. Begitu juga dengan Kota Madiun, disana punya beberapa bangunan bersejarah pada masa kolonial salah satunya yaitu Pabrik Gula Redjo Agung. Dalam sejarah pendirian pabrik ini bermula di tahun 1894 oleh NV Handel HT. Kian Gwan sebuah perusahaan yang didirikan Oei Tjie Sien. Oei Tjie Sien merupakan seorang imigran Tong-han, Distrik Ch’uanchou, Provinsi Fukien, Tiongkok. Tidak seperti imigran yang datang ke Indonesia di abad-19, dia merupakan imigran yang berpendidikan karena sebelumnya pernah mengenyam pendidikan dasar di China sehingga dia sering terlibat pemberontakan disana, maka dari itu dia memutuskan melarikan diri ke Tiongkok. Sekitar 1858, dia datang ke Semarang untuk berjualan karena memang masa itu Semarang menjadi pusat perdagangan terbesar di Pulau Jawa.
Pada akhirnya usahanya berhasil dan diteruskan oleh anak ke-2 nya bernama Oei Tiong Ham. Tiong Ham ketika remaja di pertengahan tahun 1890-an sudah bisa membeli pabrik gula yang diberi nama Kian Giam lalu diubah namanya menjadi Oei Tiong Ham Concern setelah diambil alih kepemimpinannya dan menjadi bisnis terbesar Tiong Ham di Semarang hingga meluas sampai ke Surabaya, Madiun, Surakarta, Batavia. Belanda memberi julukan Tiong Ham dengan sebutan De Groote Suiker Baronnen atau Raja Gula Ternama.
Pada tahun 1961 setelah Indonesia merdeka terdapat kebijakan untuk menasionalisasikan seluruh perusahaan asing di Indonesia berdasarkan keputusan Pengadikan Ekonomi Semarang No. 32 Th 1961, dan Pabrik Kian Giam diserah terimakan dari Jaksa Agung RI kepada Kementerian Keuangan pada masa itu. Tahun 1964 Departemen Keuangan membentuk PPEN yang berstatus BUMN dengan tugas melanjutkan aktivitas usaha Pabrik Kian Giam. Akhirnya Kian Giam berubah menjadi PG Redjo Agung Baru dan menjadi milik saham PT. Rajawal Nusantara Indonesia. Hingga ditahun 1996 terjadi beberapa perubahan kebijakan untukmenyeimbangkan perkembangan globalisasi AFTA yang merambah ke industri gula. Dan semenjak 1998 hingga sekarang Pabrik Redjo Agung telah meningkatkan kapasitas pabrik menjadi 4.500 TCD (2008) dan sistem pemurnian diubah menjadi sistem sulfitasi dan saat ini memiliki kapasitas giling sebesa 6000 TCD.
Gimana nih kawans, udah pada ngerti dong tentang asal-usul Pabrik Redjo Agung? Dan sekarang kita harus pinter-pinter memahami bagaimana panjangnya perjuangan pendahulu kita dalam menasionalisasikan Pabrik Redjo Agung menjadi BUMN, hingga kini menjadi industri terbesar di Kota Madiun yang memiliki nilai plus menjadi salah satu cagar budaya yang tentunya wajib kita lestarikan.
Yep~
Sekian ya Maurer mendongeng, mungkin bisa di next lain waktu.
See you
SUMBER :